Dari Ibnu Umar, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW berkata
"Ketika aku tidur, (mimpi) aku diberi semangkuk susu, lalu aku meminumnya sampai aku benar-benar melihat air keluar dari jari-jariku, kemudian aku memberikan sisaku pada Umar bin Khatab”.
Mereka bertanya, Ya Rasulullah apa yang engkau ta’wilkan tentang mimpi tersebut? Rasul menjawab
“Ilmu”. (HR Bukhari)
.
.
.
Memang benar, tidak ada satu pun karya sastra yang dapat menandingi atau menyerupai romantisnya & logicnya perumpamaan2 Al-Qur'an dan Hadits.
Tentang ilmu, media untuk mendapatkan ilmu beragam. Namun yang pasti, sebelum media non-verbal seperti gambar, video, dan musik menjadi viral, tulisan-bacaan-buku dikenal sebagai media terbaik dalam mendokumentasikan ilmu dari waktu ke waktu.
Di Indonesia, kita pasti pernah dengar bahwa seorang anak/remaja dikatakan "keren" jika ia populer, anak tongkrongan, dan tergabung dalam banyak lingkaran pertemanan. Sedangkan, hal pertama yang terlintas di benak kita ketika mendegar "perpustakaan" adalah tempat berdebu dimana si "kutu buku" yang bermata empat, tertutup, kuno, & individualis berkumpul.
Tidak mempermasalahkan anak tongkrongan, namun lebih kepada stereotype tentang si kutu buku yang harus diluruskan.
Jika sampai saat ini, kita masih menganggap membaca buku adalah hal yang tak lazim, tidak keren, maka tak heran jika UNESCO pada tahun 2012 menempatkan Indonesia di urutan 60 dari 61 negara yang disurvei dalam hal minat baca
Indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001%. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Ya, hanya satu. Padahal rata-rata indeks tingkat membaca di negara-negara maju berkisar antara 0,45% hingga 0,62%
Pantas juga, jika kemiskinan masih jadi musuh langganan yang harus berantas. Kita sudah familiar dengan hubungan antara pendidikan, pengangguran, dan kemiskinan dimana pendidikan berbanding terbalik dengan dua rekannya.
Maka dari itu sebelum repot2 mencari solusi pengangguran dan kemiskinan, mengapa tak benahi saja dulu tentang pendidikan?
Bagi orang tua/ calon orang tua, mungkin bisa menjadi masukan bahwa untuk menyayangi anak, bukan tentang kendaraan yang diberikan sebelum ia bahkan belum punya KTP, gadget yang diberikan cuma-cuma tanpa kontrol rutin dalam penggunaannya, atau fasilitas pendukung peningkatan gaya hidup lainnya. Adalah lebih bermanfaat jika semua hadiah tersebut digantikan dengan ilmu. Buku.
Buku non-pelajaran semisal fiksi, non fiksi, pengembangan diri, biografi, bahkan majalah serta koran pastilah lebih bermakna dari kendaraan, gadget, atau uang. Selagi fiksi memacu kreativitas, buku non fiksi memberikan wawasan. Benda bisa saja rusak, bisa saja habis. Namun ilmu, tidak akan lusuh jika dipupuk terus menerus.
Berkaca dari kisah orang suskes, Bill gates semenjak kecil selalu menyempatkan membaca 1 buku apapun yang diminatinya setiap minggunya. Sedangkan Warren Buffet, investor terkaya dunia bahkan membaca 500-600 halaman dalam sehari.
Oleh karena itu, siapapun kita, latar belakang kita, si anak tongkrongan, si ekstrovert, si introvert, si muda, si tua, sudah seharusnya sadar bahwa kunci untuk menaklukan dunia adalah dengab membaca. Tentu kita yang muslim masih ingat wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
"Iqra"
Jadi masih ada yang menganggap baca buku=kuno?
Referensi
http://m.huffpost.com/us/entry/9688130
http://gobekasi.pojoksatu.id/2016/05/19/survei-unesco-minat-baca-masyarakat-indonesia-0001-persen/
Komentar
Posting Komentar