Beberapa waktu yang lalu, Ibu sy berkata, "Nak, kamu gak mau kerja di Bank? Kan bagus"/ "Enggak ah ma. Riba. Masih banyak kok kerjaan yang lain."
.
Sebagai job seeker, sy memang sedang mencari pekerjaan dengan salary yang tinggi, lingkungan yang nyaman serta kalau bisa gak begitu jauh jaraknya dari rumah. Idealis ya? Haha tapi bukankah realistis tidak ada salahnya?:)
.
Sewaktu SD, ketika ditanya ttg cita-cita oleh Ibu, sy menjawab bahwa nanti.. sy ingin bekerja di Kementrian Keuangan atau di Bank Sentral Indonesia. Alasannya karena... dulu, menurut sy, bekerja di Bank itu keren. Terlihat high class, profesional, dan cerdas
.
Sampai duduk di semester 5, masih begitu. Jika sudah saatnya bekerja nanti, sy ingin menjadi jajaran tinggi di Bank. Sampai suatu saat dalam mata kuliah 'risk management' yang sy ambil, sekilas membahas tentang kedudukan perbankan syariah di tengah krisis yang melanda Amerika tahun 2007 yang berdampak pada stabilitas ekonomi dunia
.
Salah satu teman mengatakan, bahwa sekarang, ekonom dan pebisnis Eropa berpindah haluan untuk mempelajari sistem perekonomian syariah. Teman sy melanjutkan, bahwa sewaktu krisis ekonomi 2007, perbankan syariah lah yang paling dapat bertahan dibandingkan dengan perbankan konvensional
.
Beberapa waktu setelahnya, pernah sy membaca sebuah kisah nyata. Dari seorang pegawai bank yang mengundurkan diri setelah beberapa tahun bekerja. Dalam tulisan tersebut, ditulis pula percakapan detik detik orang tersebut mengundurkan diri. Karyawan tersebut perlahan menjelaskan kepada rekan-rekannya dari tingkat manajer sampai staff bahwa sebenarnya apa yang mereka kerjakan dan mereka perjuangkan selama ini termasuk ke dalam riba. Tidak halal alias haram.
.
Wallahualam, entah benar kejadian nyata atau bukan tulisan tersebut, namun sy amat bersyukur karena membaca tulisan tersebut. Sy yang tadinya sempat punya obsesi bekerja di Bank, jadi KEPO PARAH. Apa benar Bank itu Riba? Apa sih sebenarnya Riba?
.
Ketika ada yang menyebutkan kalimat "Riba", satu kalimat yang terbayang adalah "lintah darat". Otak sy mengkorelasikan bahwa riba adalah hutang kepada rentenir. Titik
.
Sampai seiring berjalannya waktu,ada saja beberapa teman sy yang membahas riba di media sosialnya. Entah tulisan, atau ceramah pak ustadz. Dari ustadz nasional sampai syekh internasional
.
Barulah saya tahu bahwa riba tidak 'tok' berhutang kepada lintah darat. Tapi justru kebanyakkan metode yang dipakai Bank Konvensional, Leasing, Gadai, dan Instansi lainnya zaman sekarang "tidak bersih" dari praktik ribawi. Mulai dari cicilan handphone, kendaraan bermotor, sampai rumah. Dari bunga sekian persen, sampai "yang katanya" 0%
.
(Sebagian besar) termasuk ke dalam praktik riba.
.
Dengan rata-rata penghasilan 4 juta rupiah per individu, angkatan kerja Indonesia usia 20an kini seakan dicekoki budaya "berhutang ala riba". Adalah sebuah kebanggaan tersendiri ketika baru bekerja beberapa tahun sudah bisa memiliki mobil (walau kredit). Kredit mobil bagi eksekutif muda seakan jadi hal yang lumrah, walaupun alarm bayaran cicilan per bulan selama 2-4 tahun terus berbunyi, walaupun usia sendiri belum tentu lebih panjang dari selesainya jangka waktu pembayaran hutang tersebut
.
Sebenarnya ternyata yang perlu kita highlight, bukan karena berhutangnya yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Hanya saja "sistem dan akad" nya yang bermasalah. Dan....pertanyaannya, pintu hutang itu dibuka karena memang untuk memenuhi "kebutuhan mendesak", atau karena hanya untuk memenuhi "keinginan tiada henti"?
.
Well.. sy dan keluarga, jujur pernah punya pengalaman dalam praktek ribawi. Sampai suatu saat saya merinding setelah mengetahui dosa riba yang disandingkan dengan dosa zina (bahkan lebih besar!)
.
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi)
.
Atau merinding ketika membaca hadist yang menjawab keraguan saya tentang hukum bekerja di Bank Konvensional
.
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598)
.
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-Baqarah: 276)
.
Setelah mempelajari tentang riba, saya langsung menyarankan kepada sahabat2 saya yang juga jobseeker untuk (kalau bisa) gausah daftar kerja di Bank Konvensional, hehe. Dan juga bilang ke keluarga sy agar mulai sekarang gausah lagi buka pintu hutang dengan berkecimpung dalam praktik ribawi. Karena memang, kita terkadang 'laper mata' dengan cara memaksakan 'keinginan' di luar kapasitas kita sesungguhnya
.
Memang sih...adalah naluri kita yang selalu ingin ini dan ingin itu. Sesuai juga dengan teori motivasi Maslow yang bilang kalo di tingkat pertama motivasi adalah terpenuhinya kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan). Namun jika terus diikuti, percaya deh, gak akan pernah ada habisnya.
.
Kuncinya sih, emang harus berperang dengan hawa nafsu sendiri dan... berdoa agar selalu dicukupkan hatinya :"))
.
"Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
.
(Tanyakan pada hati nurani sendiri)
.
*I recommend to you to find out and learn more about 'riba' by yourself*
.
Yuk tinggalkan riba!;)
Agustus 2017,
DA
Komentar
Posting Komentar