(Sumber : Filosofi Teras, Henry Manampiring)
Practice Poverty
Buku ini mengingatkan ku pada kasurku,
Kasur yang baru sebulan, sudah meninggalkan cekungan di bagian tengahnya.
Saya terharu pada diri saya sendiri.
Entah apa ini rasanya,
Mungkin bangga. Pada diri saya yang bisa beradaptasi dengan kesulitan. Meski ter seok seok.
Kurang lebih 120 hari yang lalu, saya beranikan diri untuk tidak tinggal di rumah.
Banyak alasan yang saya pertimbangkan. Banyak juga alasan untuk tidak mengambil keputusan ini.
Biaya, repot, sampai ketakutan kangen 'orang rumah.
Kapan lagi.
Kapan lagi saya keras dan mendidik diri saya sendiri.
Hampir selama 24 tahun, alhamdulillah.
Alhamdulillah saya mendapatkan fasilitas yang cukup. Cukup.
Makan tinggal makan. Jajan tinggal jajan.
Saya sedih sendiri, jika teringat banyaknya jajanan saya tidak diikuti dengan tekad saya menghabiskan makanan. Mubazir.
'Jangan laper mata dar
Mungkin itu yang terucap dalam hati teman teman saya kala itu.
"Uangnya masih ada Nak?"
Ibu saya tidak absen menanyakan hal itu kepada saya saat sekolah maupun kuliah.
Waktu berubah,
Saya tumbuh menjadi wanita dewasa.
Keadaan berputar,
Sebut saja, kaya hanya titipan.
Menemukan makan malam yang murah bonus enak, ternyata adalah hal yang paling menyenangkan bagi anak kos.
Sampai saat ini, warung padang di sebelah kiri arah perjalanan kos adalah pilihan terbaik!
12 ribu. Enak. Murah. Gratis teh tawar angat.
Btw, sampai saat ini saya belum menemukan rasa enak makan di warteg. Tidak. Bukan rasis. Hanya saja, sepertinya standar warteg saya seperti warteg prasmanan langganan di kantor saat makan siang. Itu enak!.
Jadi, ketika makan malam dan mencicipi warteg yang rasanya biasa saja, membuat saya 'trauma ke warteg.
Balik lagi, di warung padang ini, saya makan bersama abang grab, abah abah haji pake kopiah, anak SMK, dan warga sekitaran situ, juga sambil menikmati lalu lalang jalanan raya kota Jakarta. Sebuah kenikmatan tersendiri(?)
Inikah rasanya merantau? HAHA.
Hening
Saya tidak lagi mendengar suara Ibu dan Bapak saya tertawa terbahak bahak menonton OVJ di ruang tengah. Atau suara kakak saya yang menelfon sengan suara keras di lantai atas. Atau suara kluntang kluntung dari dapur tetangga sebelah kanan rumah.
Sekarang lebih hening,
Sepi? Kesepian?
Kadang. Ahhh inilah! Inilah mengapa teman-teman kuliah saya yang dulunya ngekos selalu mengajak atau senang jika pulang malam.
Mau apa di kosan?
Tapi Dara, harus ada sesuatu yang kau lakukan! Tekad saya. Meski kadang tergoda jadi kaum rebahan.
Tuhan. Tempat Bergantung ;)
Bagi saya, doa adalah senjata.
Ketika rekening saya tidak bisa ditarik.. Dan uang saya hanya cukup untuk makan beberapa hari. Saya berdoa.
Semoga, ada rezeki dari arah yang tak diduga.
Tiba tiba saja ada yang memesan @ghumaishaproject (bisnis bingkai saya)
Tanpa di kira kira, lalu tiba tiba saja ada orang kantor saya memesan kue di vendor melalui saya.
Ya Allah. Baik banget sih.
Siapa disini yang pernah hanya punya 200ribu untuk 2 minggu? Tos! Kita sama.
Ohyaa mungkin saya lupa, sebenernya ada banyak hal lain pertolongan Allah saat kantong tidak bersahabat ;)
-Jiwa Emak Emak-
Sikat kamar mandi, gantungan baju, sapu, kain pel, paku payung, kantong plastik kiloan, elap
Mana pernah saya memikirkan hal tersebut?
Saat ini semua serba sendiri.
Saya menjadi geregetan, jika saya lupa membawa atau membeli hal hal kecil tersebut untuk menunjang dunia per kosan saya.
Bahkan tiap bulan, rasanya ada saja yang ingin saya lengkapi dari kosan saya.
Seperti...seprei misalnya?
Iya, saya sedang menargetkan untuk membeli seprei :) Semoga ada rezeki untuk kamu, wahai seprei.
Sekian. Mungkin sekian dulu.
Terima kasih untuk saya. Karena memberi kesempatan untuk saya.
Untuk belajar hidup mandiri. Menghargai diri sendiri. Menikmati kesendirian.
Semoga senantiasa berkualitas waktunya, berkah langkahnya,
Sederhana tapi dijauhi dari sifat kekikiran.
Aamiiin
Practice Poverty
Buku ini mengingatkan ku pada kasurku,
Kasur yang baru sebulan, sudah meninggalkan cekungan di bagian tengahnya.
Saya terharu pada diri saya sendiri.
Entah apa ini rasanya,
Mungkin bangga. Pada diri saya yang bisa beradaptasi dengan kesulitan. Meski ter seok seok.
Kurang lebih 120 hari yang lalu, saya beranikan diri untuk tidak tinggal di rumah.
Banyak alasan yang saya pertimbangkan. Banyak juga alasan untuk tidak mengambil keputusan ini.
Biaya, repot, sampai ketakutan kangen 'orang rumah.
Kapan lagi.
Kapan lagi saya keras dan mendidik diri saya sendiri.
Hampir selama 24 tahun, alhamdulillah.
Alhamdulillah saya mendapatkan fasilitas yang cukup. Cukup.
Makan tinggal makan. Jajan tinggal jajan.
Saya sedih sendiri, jika teringat banyaknya jajanan saya tidak diikuti dengan tekad saya menghabiskan makanan. Mubazir.
'Jangan laper mata dar
Mungkin itu yang terucap dalam hati teman teman saya kala itu.
"Uangnya masih ada Nak?"
Ibu saya tidak absen menanyakan hal itu kepada saya saat sekolah maupun kuliah.
Waktu berubah,
Saya tumbuh menjadi wanita dewasa.
Keadaan berputar,
Sebut saja, kaya hanya titipan.
Menemukan makan malam yang murah bonus enak, ternyata adalah hal yang paling menyenangkan bagi anak kos.
Sampai saat ini, warung padang di sebelah kiri arah perjalanan kos adalah pilihan terbaik!
12 ribu. Enak. Murah. Gratis teh tawar angat.
Btw, sampai saat ini saya belum menemukan rasa enak makan di warteg. Tidak. Bukan rasis. Hanya saja, sepertinya standar warteg saya seperti warteg prasmanan langganan di kantor saat makan siang. Itu enak!.
Jadi, ketika makan malam dan mencicipi warteg yang rasanya biasa saja, membuat saya 'trauma ke warteg.
Balik lagi, di warung padang ini, saya makan bersama abang grab, abah abah haji pake kopiah, anak SMK, dan warga sekitaran situ, juga sambil menikmati lalu lalang jalanan raya kota Jakarta. Sebuah kenikmatan tersendiri(?)
Inikah rasanya merantau? HAHA.
Hening
Saya tidak lagi mendengar suara Ibu dan Bapak saya tertawa terbahak bahak menonton OVJ di ruang tengah. Atau suara kakak saya yang menelfon sengan suara keras di lantai atas. Atau suara kluntang kluntung dari dapur tetangga sebelah kanan rumah.
Sekarang lebih hening,
Sepi? Kesepian?
Kadang. Ahhh inilah! Inilah mengapa teman-teman kuliah saya yang dulunya ngekos selalu mengajak atau senang jika pulang malam.
Mau apa di kosan?
Tapi Dara, harus ada sesuatu yang kau lakukan! Tekad saya. Meski kadang tergoda jadi kaum rebahan.
Tuhan. Tempat Bergantung ;)
Bagi saya, doa adalah senjata.
Ketika rekening saya tidak bisa ditarik.. Dan uang saya hanya cukup untuk makan beberapa hari. Saya berdoa.
Semoga, ada rezeki dari arah yang tak diduga.
Tiba tiba saja ada yang memesan @ghumaishaproject (bisnis bingkai saya)
Tanpa di kira kira, lalu tiba tiba saja ada orang kantor saya memesan kue di vendor melalui saya.
Ya Allah. Baik banget sih.
Siapa disini yang pernah hanya punya 200ribu untuk 2 minggu? Tos! Kita sama.
Ohyaa mungkin saya lupa, sebenernya ada banyak hal lain pertolongan Allah saat kantong tidak bersahabat ;)
-Jiwa Emak Emak-
Sikat kamar mandi, gantungan baju, sapu, kain pel, paku payung, kantong plastik kiloan, elap
Mana pernah saya memikirkan hal tersebut?
Saat ini semua serba sendiri.
Saya menjadi geregetan, jika saya lupa membawa atau membeli hal hal kecil tersebut untuk menunjang dunia per kosan saya.
Bahkan tiap bulan, rasanya ada saja yang ingin saya lengkapi dari kosan saya.
Seperti...seprei misalnya?
Iya, saya sedang menargetkan untuk membeli seprei :) Semoga ada rezeki untuk kamu, wahai seprei.
Sekian. Mungkin sekian dulu.
Terima kasih untuk saya. Karena memberi kesempatan untuk saya.
Untuk belajar hidup mandiri. Menghargai diri sendiri. Menikmati kesendirian.
Semoga senantiasa berkualitas waktunya, berkah langkahnya,
Sederhana tapi dijauhi dari sifat kekikiran.
Aamiiin
Komentar
Posting Komentar