“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).
[Aku awam,aku tercebur, aku mengamati, dan aku belajar]
Kisah ini bermula dari aku yang menceburkan diri. Dalam
suatu kolam yang apabila dapat berenang saja hati menjadi tentram, apalagi
dengan tenggelam, yakin akan nyaman tak dikira
.
Adalah aku, perempuan yang kala itu menuju kedewasaan, yang sangat sibuk mencari diri. Siapakah aku? Apa tujuan hidupku?
.
Sudah beberapa bulan aku bergabung disini, namun aku masih
saja asing dengan istilah-istilah yang diucapkan mereka, dengan tradisi salam
& cipika cipiki saat bertemu sesama wanita, dengan obrolan mereka yang belum dapat kujangkau, dengan bahan canda tawa
ala mereka. Aku asing.
.
Visi yang berbeda dengan visi-visi lainnya, terdengar agak berat dan tak ku mengerti.
Yang ku pahami, visi ini adalah pekerjaan para Nabi dan Ulama. Lalu, sebegitu
muliakah niat orang-orang ini untuk meneruskan pekerjaan para Nabi dan Ulama?
.
Suatu hari aku pernah meminjam flash drive milik seseorang
dari mereka. Tak ku sangka, 'usaha'nya sampai segitunya. Ada folder bernamakan
'dunia' yang ia pisahkan. Yang ku ingat, di folder lainnya berisi kajian-kajian dari para ustadz. Wow, iman mereka sudah mantap, kataku. Dan aku? Tidak segitunya.
.
Suatu hari aku pernah memuji seorang laki-laki secara
terang-terangan dalam sebuah forum, "Iya, mukanya adem, muka orang
wudhu", salah seorang laki-laki yang sedang mendengarkan kemudian berkata
"Jagalah hati". Walau tidak bermaksud apa-apa, perkataanku memang
terdengar seperti menjurus. Aku malu.
.
Suatu hari aku pernah bertanya "Bagaimana jika kita
seimbangkan keduanya, dunia dan akhirat", lawan bicaraku menjawab
"Apakah kamu yakin? Bukankah dalam sehari, lebih banyak waktu kita yang
terkuras untuk dunia?", dan aku terdiam, lalu mengangguk iya dalam kalbu.
.
Suatu hari aku pernah mengusulkan sebuah metode publikasi
acara dengan campaign yang menampilkan foto masing-masing panitia. Seorang
panitia (perempuan) menentangku. Aku tak habis pikir dengan penolakannya.
Ceritalah aku pada temanku sesama panitia (laki-laki). Ia menjawab "Memang
begitu, untuk wanita yang ingin menjaga dirinya dari pandangan orang
lain". Ah! Aku tertohok. Selama ini, sudah berapa banyak fotoku yang
kusebar yang mungkin saja dapat menarik pandangan tak diundang?
.
Suatu hari tak sengaja aku langsung menuju musola. Ada
seorang yang kukenal yang merupakan bagian dari mereka ada di shaf pertama. Kemudian esokannya tak sengaja lagi aku
langsung menuju musola, ku temui orang yang sama di shaf pertama. Beberapa
minggu kemudian tak sengaja lagi aku langsung menuju musola, dan ia yang kukenal
masih saja di shaf pertama.
.
Hari itu H-1 acara, namun tiket acara (pre sale) yang kami
jual belum mencapai target juga. Aku cemas dan pesimis. Bagaimana jika tidak banyak yang datang?
Bagaimana jika tak sebagus acara tahun sebelumnya. Lalu pejuang lainnya berkata,
"Tawakal kepada Allah SWT, luruskan lagi niat kita dalam acara ini".
Aku kembali tentram, sekaligus malu. Malu pada niat yang tak lurus.
.
Suatu hari aku curahkan keluh kesahku pada salah satu dari
mereka, ia pun menanyakan "Stres apa? Tidak usah stres, dunia
ini...", seakan-akan ia jadi perantara, bahwa Allah mengingatkanku tentang dunia yang fana. Permasalahan dunia itu tidak kekal. Lalu, apa yang harus dikhawatirkan.
.
Suatu hari aku punya janji bersama mereka. Bisa dibilang
jalan-jalan santai. Ku gunakan penutup kepala sesukaku. Dan seorang perempuan dari
mereka menghampiriku, mengajakku ke toilet, lalu membetulkan caraku menutup
kepalaku. Aku terkagum, dengan cara ia menyampaikan, yang lembut dan dibumbui
senyuman
.
Suatu hari ku ajak seseorang dari mereka untuk bermusik. Dia
tak meng-iyakan namun juga tak menolak. Namun esokannya tak menanya-nanyakan.
Dan barulah sekarang aku tau, bahwa Nabi Muhammad SAW menyandingkan alat musik dengan hal-hal tidak halal lainnya. Dan aku
tersadar, bahwa reaksinya saat itu adalah caranya untuk menolak ajakanku dengan
hormat
.
Hari itu hari terakhir kami bersama secara resmi, pecah ruah
tangis diantara mereka. Entah yang muda dan tua. Seakan-akan mereka sangat mencintai
pekerjaan ini. Seakan-akan mereka amat menyayangi satu sama lainnya. Seakan-akan mereka bahagia dengan ini semua
.
Lalu suatu hari aku sadar, bahwa aku menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaanku. Dan 'suatu hari' yang kualami bersama mereka memanglah terlihat sepele. Tapi dari hal sepele tersebut, aku si awam, dapat mengambil pelajaran besar
.
.
Satu lagi, "Suatu hari ada yang berkata, bahwa metode
dakwah terbaik adalah dengan perilaku kita",
.
Dan aku menjawab,
Iya aku setuju
.
Biarlah kata-kata ini yang menyampaikan salam rinduku untuk mereka
-DA-
-DA-
Komentar
Posting Komentar