Saya punya seorang sahabat. Yang kala itu saya kira dia lah yang paling dekat dengan saya. Yang saya ceritakan A sampai sampai hampir Z kehidupan saya. Tentang masa lalu, harapan masa depan, tentang keluarga, serta jejak kisah virus merah jambu. Saya bahkan sudah bertekad, jikalau nanti dekat dengan seseorang, filter dari nya (sahabat saya) akan menjadi pertimbangan penting. Karena saya tau, dia akan paham siapa yang sekiranya cocok untuk saya.
Hampir tiap hari bertukar kabar, hampir tiap minggu update kehidupan, berjalan jauh bersama membuat kami sedemikian seperti saudara.
Sampai tibalah hari dimana ia seolah menghilang. Tak basa-basi, tak banyak berdiskusi. Hanya menanggapi seperlunya. Dan bahkan tak tinggalkan tanda-tanda.
Salah saya apa?
Apakah dia berubah?
Ini pun mengingatkan saya pada seorang sahabat lainnya. Yang menarik diri dari hingar bingar dunia per mayaan. Yang susah sekali dihubungi pun apalagi ditemui.
Baru-baru saya tau, ada alasan.
Adalah ia yang mau menebus kesalahan, dengan fokus berbakti pada orang tua. Dengan cara berlama-lama di rumah. Berkualitas dalam waktu bersama ibu bapak. Ini caranya.
Sahabat yang hilang.
Entah, usia demi usia membikin saya bertanya. Siapakah sahabat saya?
Ternyata tidak ada.
Tidak ada sahabat yang sejati kecuali amalan yang kita bawa kemana mana.
Semoga, jika saat waktu nya tlah tiba,
Rupawan dan rupawati wajahnya, si amal kita.
Maka berbincang-bincang yang sesungguhnya, adalah kepada Dia.
Hampir tiap hari bertukar kabar, hampir tiap minggu update kehidupan, berjalan jauh bersama membuat kami sedemikian seperti saudara.
Sampai tibalah hari dimana ia seolah menghilang. Tak basa-basi, tak banyak berdiskusi. Hanya menanggapi seperlunya. Dan bahkan tak tinggalkan tanda-tanda.
Salah saya apa?
Apakah dia berubah?
Ini pun mengingatkan saya pada seorang sahabat lainnya. Yang menarik diri dari hingar bingar dunia per mayaan. Yang susah sekali dihubungi pun apalagi ditemui.
Baru-baru saya tau, ada alasan.
Adalah ia yang mau menebus kesalahan, dengan fokus berbakti pada orang tua. Dengan cara berlama-lama di rumah. Berkualitas dalam waktu bersama ibu bapak. Ini caranya.
Sahabat yang hilang.
Entah, usia demi usia membikin saya bertanya. Siapakah sahabat saya?
Ternyata tidak ada.
Tidak ada sahabat yang sejati kecuali amalan yang kita bawa kemana mana.
Semoga, jika saat waktu nya tlah tiba,
Rupawan dan rupawati wajahnya, si amal kita.
Maka berbincang-bincang yang sesungguhnya, adalah kepada Dia.
Komentar
Posting Komentar