[Financial Technology yang Menyayat Hati]
Cerita terakhir datang dari seorang teman lama satu almamater. Ada yang baru dari rupanya. Ia telah beranjak. Berhijab.
"Di (ia menyebutkan nama kantor lamanya), adalah titik balik kehidupan gue."
"Di sana belajar banyak hal."
Saya sangat lega ketika mendengar iatak lagi bekerja di lembaga riba. Bukan. Bukan rentenir. Tapi lembaga riba yang lebih modern. Industri nya di istilahkan dengan "Fintech". Walau perlu dicatat tidak semua fintech mengandung riba,
Nyata nya.. fintech yang proses bisnisnya riba.. sekarang digandrungi masyarakat. Maksud saya, pinjam dana online.
Saya pun dengan khidmat mendengarkan ceritanya. Teman saya ini saat bekerja disana, bekerja sebagai lead researcher yang salah satu tugasnya keluar luar kota mengamati proses penagihan si tukang tagih.
"Yaa lo tau gw gak tegaan kan."
Lalu teman saya menceritakan banyak case yang ia temui. Ada seorang wanita yang bunuh diri karena terjerat hutang di 20 pinjam online. Padahal orang tua nya sebenarnya mampu. Tapi mungkin ia malu untuk minta bantuan. Kemudian ada juga yang karena memiliki banyak kucing, sampai meminjam dana online (hm mungkin buat perawatannya ya). Itu sih salah satu contohnya.
"Gw melihat gimana kejamnya."
Ah merinding deh pokoknya pas saya dengar kesaksian teman saya. Karena faktanya, banyak masyarakat Indonesia yang terjerat hutang. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas.
"Mereka tuh biasanya pinjam online buat nutupin tagihan kartu kredit mereka."
"Yang lain?" Teman saya menanggapi
"Yang lain yaa buat belanja".
"Jadi kesimpulannya, banyakan kaum menengah atas atau menengah kebawah yang pinjam online."
"Tetep sih.. ke bawah."
---
Positifnya, sehabis itu teman saya menceritakan pengalamannya yang memiliki teman kantor (saat di lembaga riba tersebut) yang kebanyakan etnies tionghoa. Bagaimana di umur 25 taun sudah bisa membeli apartemen Rasuna secara cash. Lalu tentang kerja keras mereka, cara mengelola keuangan mereka, dan kemandirian mereka.
Cerita terakhir datang dari seorang teman lama satu almamater. Ada yang baru dari rupanya. Ia telah beranjak. Berhijab.
"Di (ia menyebutkan nama kantor lamanya), adalah titik balik kehidupan gue."
"Di sana belajar banyak hal."
Saya sangat lega ketika mendengar iatak lagi bekerja di lembaga riba. Bukan. Bukan rentenir. Tapi lembaga riba yang lebih modern. Industri nya di istilahkan dengan "Fintech". Walau perlu dicatat tidak semua fintech mengandung riba,
Nyata nya.. fintech yang proses bisnisnya riba.. sekarang digandrungi masyarakat. Maksud saya, pinjam dana online.
Saya pun dengan khidmat mendengarkan ceritanya. Teman saya ini saat bekerja disana, bekerja sebagai lead researcher yang salah satu tugasnya keluar luar kota mengamati proses penagihan si tukang tagih.
"Yaa lo tau gw gak tegaan kan."
Lalu teman saya menceritakan banyak case yang ia temui. Ada seorang wanita yang bunuh diri karena terjerat hutang di 20 pinjam online. Padahal orang tua nya sebenarnya mampu. Tapi mungkin ia malu untuk minta bantuan. Kemudian ada juga yang karena memiliki banyak kucing, sampai meminjam dana online (hm mungkin buat perawatannya ya). Itu sih salah satu contohnya.
"Gw melihat gimana kejamnya."
Ah merinding deh pokoknya pas saya dengar kesaksian teman saya. Karena faktanya, banyak masyarakat Indonesia yang terjerat hutang. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas.
"Mereka tuh biasanya pinjam online buat nutupin tagihan kartu kredit mereka."
"Yang lain?" Teman saya menanggapi
"Yang lain yaa buat belanja".
"Jadi kesimpulannya, banyakan kaum menengah atas atau menengah kebawah yang pinjam online."
"Tetep sih.. ke bawah."
---
Positifnya, sehabis itu teman saya menceritakan pengalamannya yang memiliki teman kantor (saat di lembaga riba tersebut) yang kebanyakan etnies tionghoa. Bagaimana di umur 25 taun sudah bisa membeli apartemen Rasuna secara cash. Lalu tentang kerja keras mereka, cara mengelola keuangan mereka, dan kemandirian mereka.
Komentar
Posting Komentar